Menelusuri Kearifan Lokal di Kampung Ciptagelar: Sebuah Potret Budaya Sunda yang Lestari

Victoria Suryatmi

Kampung Ciptagelar, yang terletak di kaki Gunung Halimun di Kabupaten Lebak, Banten, merupakan sebuah desa terpencil dengan budaya Sunda yang kaya dan autentik. Di sini, waktu seakan berjalan lebih lambat, dan tradisi leluhur masih dijaga dengan setia oleh penduduknya. Melalui artikel ini, kita akan menelusuri lebih dalam tentang budaya Sunda di Kampung Ciptagelar, mulai dari sistem sosial, seni, dan religi yang terjalin erat dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat Adat yang Harmonis:

Ciptagelar adalah sebuah komunitas adat yang dipimpin oleh seorang kepala adat yang disebut "Juru Kawitan". Sistem pemerintahannya menganut sistem gotong royong dan musyawarah mufakat, yang menjadikan keputusan diambil secara bersama-sama.

Salah satu aspek penting dari budaya Sunda di Ciptagelar adalah "parentah," yaitu aturan atau norma yang mengatur berbagai aspek kehidupan, mulai dari sistem pertanian hingga perilaku sosial. Parentah ini diwariskan secara turun temurun dan dijaga dengan sangat ketat oleh penduduknya.

Sistem sosial di Ciptagelar memiliki hierarki yang jelas berdasarkan garis keturunan, dengan beberapa keluarga yang memegang posisi penting dalam masyarakat. Ini menciptakan ikatan erat antara keluarga dan komunitas, yang menjadi pondasi kuat bagi kelestarian budaya Sunda di desa ini.

Tradisi Pertanian yang Berkelanjutan:

Ciptagelar merupakan daerah agraris dengan pertanian menjadi mata pencaharian utama penduduknya. Namun, cara bertani yang mereka lakukan bukanlah sekadar mencari keuntungan. Budaya Sunda di Ciptagelar sangat menghormati alam dan menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan.

BACA JUGA:   Kebudayaan Cerpen "Ibu Pergi ke Laut"

Mereka menanam berbagai jenis tanaman dengan sistem tumpang sari, menggunakan pupuk organik dari limbah pertanian, serta menjaga kelestarian hutan dengan melakukan penanaman pohon dan melindungi flora dan fauna. Sistem pertanian ini tidak hanya menjamin keberlanjutan alam, tetapi juga memberikan hasil yang berlimpah bagi masyarakat.

Seni dan Budaya yang Berwarna Lokal:

Seni dan budaya di Ciptagelar memiliki ciri khas yang unik. Tari "Ketuk Tilu" merupakan tarian tradisional yang melambangkan semangat juang dan persatuan masyarakat. Tarian ini dilakukan pada acara-acara adat seperti perayaan panen atau upacara adat lainnya.

Seni ukir kayu juga merupakan warisan budaya yang dijaga dengan baik di Ciptagelar. Penduduknya ahli dalam mengukir kayu untuk berbagai keperluan, seperti untuk membuat perlengkapan rumah tangga, alat musik tradisional, dan ukiran dekoratif.

Selain itu, Ciptagelar juga terkenal dengan seni musik tradisional seperti "Suling" dan "Kecapi". Musik ini dimainkan pada acara adat dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat.

Upacara Adat: Merawat Tradisi Leluhur

Upacara adat merupakan bagian penting dalam budaya Sunda di Ciptagelar. Beberapa upacara adat yang masih dijalankan hingga saat ini adalah:

  • Seren Taun: Upacara ini dilakukan untuk menyambut tahun baru, sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan dan alam atas limpahan rezeki yang diberikan.
  • Ngadu Domba: Tradisi adu domba merupakan acara yang meriah dan dipenuhi dengan tawa dan keceriaan. Acara ini bukan sekadar permainan, tetapi juga mengandung nilai filosofis tentang persaingan dan kerjasama.
  • Upacara Kawin: Upacara kawin di Ciptagelar penuh dengan tradisi dan simbol-simbol adat. Prosesinya melibatkan keluarga besar dari kedua mempelai dan dilakukan dengan penuh khidmat.

Upacara adat ini tidak hanya menjaga kelestarian budaya, tetapi juga memperkuat nilai-nilai sosial dan spiritual dalam masyarakat Ciptagelar.

BACA JUGA:   Yang Dimaksud dengan Kebudayaan Dongson

Religi: Perpaduan Kepercayaan Lokal dan Islam

Masyarakat Ciptagelar menganut agama Islam, namun dalam kehidupan sehari-hari mereka masih memegang teguh kepercayaan lokal. Ini terlihat dalam berbagai ritual adat yang masih dijalankan, seperti sesaji dan pemujaan kepada leluhur.

Penduduk Ciptagelar percaya bahwa alam memiliki kekuatan gaib yang perlu dihormati. Mereka melakukan sesaji di tempat-tempat tertentu sebagai bentuk penghormatan kepada roh leluhur dan alam.

Kepercayaan lokal ini terjalin harmonis dengan ajaran agama Islam, menciptakan suatu bentuk sinkretisme yang khas di Ciptagelar. Keharmonisan ini terlihat dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari nilai-nilai moral hingga cara mereka berinteraksi dengan alam.

Perkembangan dan Tantangan di Masa Depan

Di era globalisasi ini, Kampung Ciptagelar menghadapi berbagai tantangan dalam menjaga kelestarian budaya. Modernisasi dan arus informasi dari luar dapat menggerus nilai-nilai tradisional.

Namun, penduduk Ciptagelar setia dengan budaya leluhurnya. Mereka berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional dengan cara:

  • Menerima perubahan dengan bijak: Masyarakat Ciptagelar tidak menutup diri terhadap pengaruh modernisasi, namun mereka memilih untuk menerimanya dengan bijak.
  • Menerapkan pendidikan: Anak-anak di Ciptagelar diajarkan tentang sejarah dan budaya leluhurnya agar mereka tetap terikat dengan akar budayanya.
  • Mengembangkan pariwisata budaya: Pariwisata budaya menjadi salah satu cara untuk memperkenalkan budaya Sunda di Ciptagelar kepada dunia luar, sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.

Kampung Ciptagelar adalah bukti nyata bahwa budaya Sunda masih hidup dan berkembang di tengah arus modernisasi. Masyarakatnya telah membuktikan bahwa budaya tradisional dapat beradaptasi dan tetap lestari di era globalisasi. Semoga contoh ini dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk menjaga dan melestarikan budaya leluhur mereka.

Also Read

Bagikan:

Tags